04 Januari 2009

Menjadi vegetarian ....

Saya lahir dan tumbuh di kota pelajar, Yogyakarta. Awalnya saya adalah seorang penggemar makan daging, ayam goreng, ayam bakar, sate, bakso, udang adalah kegemaran saya. Tidak bisa makan jika nggak ada daging. Sayuran? Seperti sulit bagiku untuk menelannya.... Rasa sayur yang khas tak mampu membuatku berselera makan. Jika jam makan tiba, begitu tahu yang tersedia di meja makan sayur-sayuran, saya pun mengerutu, komplain kenapa makanannya begini... atau pergi kalo lagi malas komplain saya pergi masak mie instan. Jika makanan yang tersedia cap cay, pasti daging, bakso, udangnya sayalah yang pertama mengambilnya dan menghabiskannya. Saya benar-benar membenci sayur.....
Sampai akhirnya kami pindah ke sebuah kota, Cilacap. Lingkungan yang baru, teman yang baru. Di Cilacap lah saya berkenalan dengan seorang teman yang kemudian memperkenalkan saya dengan Buddhisme. Saya sangat tertarik dengan Buddhisme (awalnya saya bukan Buddhisme), tahun 1992 bulan Agustus, akhirnya saya memutuskan masuk Buddhisme. Disana saya di ajarkan tentang vegetarian, hukum karma, hubungan manusia dan hewan, dan lain sebagainya. Tapi saya masih sulit untuk meninggalkan daging. Jeratan kenikmatan daging sungguh membuat dharma yang saya dengar seperti tidak berarti bagiku. Tapi itu tidak berlangsung lama. Akhirnya tibalah hari raya kurban, teman saya mengajak saya untuk pergi melihat perayaan hari raya itu. Karena kebetulan di belakang rumah saya (masih satu komplek) adalah lapangan fasilitas komplek. Dan kegiatan perayaan itu dipusatkan disana.
Saya menerima ajakan itu karena dalam pikiran saya, saya hanya ingin melihat kambing, sapi dari jarak yang dekat. Kami pun pergi, kebetulan acara "berdarah" itu belum di mulai. Bau kambing dan sapi pun tercium sangat kuat, saya melihat seekor kambing yang di ikat di tiang jaring badminton. Sayapun mendekatinya, saya memegangnya...... Inilah pertama kalinya saya memegang seekor kambing. Saya memperhatikan, dalam hati berkata, "oo... ini toh seekor kambing....". (Norak ya? Hahaha.....) Akhirnya perhatian saya tertuju kepada mata si kambing.... saya melihat dengan jelas ...... airmata. Saya tersentak. Dalam hati saya berteriak kaget, "Kambing nya menanggis ....!" Kambing itu meneteskan airmata. Saya tertegun dalam hati. Pertanyaan-pertanyaan muncul dalam pikiran dan hati saya waktu itu. Dharma-dharma tentang menyayangi hewan, vegetarian terlintas semua dalam ingatan saya. Saya terdiam sambil terus memandangi mata kambing itu.
Sampai akhirnya teman saya, mengagetkan saya dengan ajakan untuk menyingkir dari sana, karena sudah akan dimulai. Akhirnya saya pun perlahan menjauh dengan tetap memandang ke arah kambing itu dengan sejuta pertanyaan..... Saya melihat si penjagal itu datang menghampiri kambing, pisau jagal yang besar dan tajam di tangannya. Dan kambing malang itupun merasakan ajalnya segera tiba, dia meronta-ronta, berusaha melarikan diri. Suaranya membuatku meneteskan airmata, hati menjerit, berdoa dalam hati, memohon lepaskan kambing itu. Jangan dibunuh...... Tapi apa dayaku.... Jeritan dari kambing itu membuatku untuk segera beranjak pergi dari sana..... Kepergianku dari tempat itu di iringi teriak, jeritan kesakitan dari kambing itu. Kupercepat langkah kakiku, pergi menjauh, meninggalkan temanku yang masih kebingungan dengan sikapku.
Sesampainya di rumah aku pamitan dengan temanku, mau tidur dulu dengan alasan masih ngantuk. Di dalam kamar, aku duduk terdiam. Peristiwa singkat tadi benar-benar membuatku sangat tersentak. Begitukah yang terjadi dengan hewan-hewan yang selama ini saya makan? Hewan juga bisa menanggis, ketakutan, kesakitan. Bukan hanya cerita belaka, tapi memang terjadi. Seharian duduk merenungkan kejadian itu, sungguh membuat hati ini sedih. Malamnya saya pun mengayuh sepeda saya pergi ke vihara. Setelah mengikuti kebaktian malam, saya pun menceritakan kejadian itu kepada seorang biarawan. Mendengar cerita itu, biarawan tersebut kemudian banyak menceritakan cerita-cerita tentang hukum karma dan mulianya menjadi seorang vegetarian. Akhirnya malam itu juga saya membulatkan tekad, saat itu juga saya akan menjadi seorang vegetarian.
Dalam perjalanan pulang, kejadian tadi pagi masih jelas dalam ingatan saya. Bagaimana jeritan dan tanggis kambing itu. Meronta-ronta, berusaha untuk menyelamatkan diri. Malam itu sangat sulit untuk tidur, kejadian pagi itu masih terbayang. Sampai larut malam, baru akhirnya tertidur. Pagi harinya bangun dan bersiap pergi ke sekolah. Sebelum berangkat, saya bilang ke orangtua, saya pulang langsung ke vihara dan makan disana. Semenjak hari itu saya tidak lagi makan makanan yang bernyawa. Di sekolahpun saya hanya jajan roti. Orang tua saya terkejut mendengar saya akan vegetarian. Papa saya tertawa senang saya mau makan sayuran. Bahkan mama saya pas kebetulan datang ke vihara, mengucapkan terima kasih karena berhasil membuat saya mau makan sayur.
Menjadi vegetarian (waktu itu, tahun 1992) sangat tidak mudah. Tidak saja tidak mudah masyarakat untuk menerima vegetarian, juga tidak ada yang menyediakan makanan vegetarian. Jadi saya pun belajar untuk masak makanan vegetarian yang simple-simple. Karena saya tidak mau memulai vegetarian dengan perlahan-lahan, tapi langsung bersih di hari pertama. Karena saya tidak bisa masak awalnya, jadi saya cuma bisa goreng telur, masak mie telur dan nasi goreng dengan ditambah sedikit sayuran. Hanya menu-menu itu lah yang saya makan tiap harinya. Pengabdi di vihara sangat sedih melihat apa yang saya makan tiap hari, dan itu bukan cara menjadi vegetarian yang benar. Akhirnya beliau menawarkan saya untuk makan divihara saja, beliau akan masak lebih untuk saya. Mendengar hal itu saya sangat gembira, lalu saya menanyakan bagaimana pembayarannya. Beliau sungguh berwelas asih, mengatakan kamu berdana suka rela saja untuk vihara. Sungguh Rahmat Kasih Tuhan dan Para Buddha sungguh sangat besar. Semenjak itu, tiap pulang sekolah saya mampir ke vihara untuk makan siang dan setelah itu bantu bersih-bersih di vihara. Saya adalah umat pertama yang menjalankan vegetarian secara bersih tiap hari, karena umatnya hampir semua adalah orang perantaun dari Bagan siapi api yang mata pencaharian mereka adalah nelayan. Jadi sulit bagi mereka untuk bervegetarian, paling hanya Ce It Cap Go atau hari besar Buddha saja.
Berita mengenai saya menjadi vegetarianpun tersebar di sekolah, tidak sedikit teman-teman yang meledekin saya, mentertawakan saya. Mengatakan saya mau jadi biksu, mengatakan saya bodoh tidak mau makan enak, dan lain sebagainya. Hati sedih mendengar komentar-komentar mereka. Tapi itu tidak mengoyahkan tekad saya untuk menjadi seorang vegetarian seumur hidup saya.
Waktu terus berjalan, akhirnya saya lulus SMA dan kembali ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikan saya. Saya kuliah di kota kelahiran saya. Di sana saya bertemu dengan umat-umat yang juga bervegetarian. Ternyata di Yogya, yang bervegetarian jauh lebih banyak. Tahun 1998 saya mengukuhkan vegetarian saya dengan ikrar suci di vihara untuk menjadi seorang vegetarian yang bersih seumur hidup.
Tahun 2000, saya hijrah ke Jakarta untuk mengadu nasib. Seiring dengan berjalannya waktu, vegetarian mulai diterima di masyarakat, di tandai dengan mulai menjamurnya rumah makan, kantin yang menyediakan makanan vegetarian. Bahkan yang mengkhususkan diri hanya menyediakan makanan vegetarianpun terus bertambah. Sampai akhirnya pada tahun 2002, seorang senior saya dari Yogya yang menjadi pengurus di organisasi sosial vegetarian yang waktu itu masih bernama Keluarga Vegetarian Maitreya Indonesia (KVMI) untuk bergabung disana. Saya tidak berpikir dua kali, saya langsung menyanggupi walaupun saya tidak tahu mau ngapain, apa yang bisa saya lakukan. Karena semenjak berdirinya KVMI saya ingin sekali bergabung, sebuah kebanggaan saya bisa bergabung menyebarkan vegetarianisme. Karena menjadi seorang vegetarian sungguh sangat mulia.
Tak terasa sudah masuk tahun 2009, sudah 16 tahun lebih saya menjadi seorang vegetarian. Saya sangat merasakan manfaat menjadi vegetarian, saya tidak pernah menyesali memilih menjadi vegetarian. Sampai kini masih bergabung di KVMI yang kini menjadi Indonesia Vegetarian Society (IVS). Tahun 2007 di bentuklah IVS cabang Tanjung Duren, dan saya diberi kepercayaan menjadi pembina di IVS Tanjung Duren. Akhirnya saya tergerak untuk melahirkan sebuah situs khusus vegetarian, semoga situs yang sederhana itu bisa membantu menyebarkan manfaat menjadi seorang vegetarian. Dan situs itu juga saya persembahkan untuk seseorang yang sangat saya cintai ...... :)

3 komentar :

  1. sebelumnya saya ucapkan terima kasih anda telah berbagi pengalaman menarik saudara.

    saya ingin menanyakan alamat IVS di Bandung ada di mana? saya akan sangat senang sekali jika dapat bergabung dengan organisasi sosial ini.
    terimakasih sebesar2nya atas informasinya.

    BalasHapus
  2. Saya baru mulai berhenti makan daging & ayam satu tahun ini. Saya bisa minta informasi dimana komunitas Vegetarian Yogya ndak ya?
    Nuwun

    BalasHapus
  3. Informasi Berguna
    Baru! Daftar Restaurant Vegan dan Vegetarian di Bandung-INDONESIA:

    MOEY Resto
    Jalan Pajagalan No. 81, Bandung, INDONESIA.
    http://moey-snackresto.blogspot.com/
    022-92990202, 022-91888830

    BalasHapus